BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Proyek pembangunan rumah bantuan untuk korban Badai Seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan usaha pemerintah dalam meringankan beban masyarakat yang terdampak bencana.
Anggaran sebesar 57,5 Miliyar Rupiah yang dikeluarkan seharusnya menjadi solusi bagi 3.118 keluarga untuk mendapat rumah layak huni. Namun, realisasi di lapangan justru memunculkan sejumlah problema, dari pendataan penerima bantuan, perencanaan, hingga pengawasan pelaksanaan, menimbulkan dugaan-dugaan mengenai praktik korupsi.
Seperti yang disuarakan oleh Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malaka, Henri Melki Simu, memperlihatkan adanya ketidakjelasan dan permasalahan dalam pengelolaan dan pelaksanaan proyek tersebut.
Tim monitoring proyek seharusnya berfungsi sebagai pengawas agar pelaksanaan proyek berjalan sesuai rencana. Namun, menurut Henri Melki Simu, kinerja tim ini justru dipertanyakan karena kurangnya laporan yang jelas mengenai progres proyek.
Tim yang melibatkan unsur pimpinan daerah ini dinilai hanya menerima honor tanpa memberikan hasil kerja yang maksimal. Akibatnya, tidak ada transparansi dan pertanggungjawaban yang dapat dipercaya mengenai realisasi proyek di lapangan.
Demikian disampaikan Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malaka, Henri Melki Simu pada tim media, Sabtu, (13/7/2024).
Kritik Henri Melki Simu tentang kerja senyap tim monitoring dan ketidakjelasan alokasi anggaran menjadi indikasi kuat adanya ketidakberesan. Dugaan kasus ini tidak hanya merugikan negara dari sisi finansial tetapi juga merampas hak-hak korban bencana yang seharusnya mendapatkan tempat tinggal layak huni.
“Saya heran, tim monitor yang seharusnya mengawasi proyek itu supaya berjalan dengan baik kok kerjanya senyap. Ada apa? ,” tanya Henri Melki Simu.
Kata dia, semestinya proyek rumah bantuan ini menjadi harapan baru bagi korban Badai Seroja untuk memulai hidup dengan lebih baik. Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Banyak dari mereka kini masih terkatung-katung tanpa kepastian, sementara proyek yang diharapkan membawa perubahan positif dalam hidup mereka terhenti tanpa kejelasan.
“Bantuan yang seharusnya untuk memulihkan kehidupan masyarakat dari bencana malah jadi begini. Banyak sekali keluhan masyarakat terhadap kita,” ucapnya.
Terakhir, seruan keras dari Henri Melki Simu kepada Aparat Penegak Hukum untuk mengusut tuntas kasus manajemen proyek rumah bantuan di Kabupaten Malaka menjadi penting.
Penyelidikan harus dilakukan secara mendalam dan serius untuk mengungkap fakta yang sebenarnya. “Ini bukan hanya tentang membangun rumah, melainkan juga tentang membangun keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” kata dia
Dilansir dari sakunar.com pengakuan mantan Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Drs. Gabriel Seran, MM, pada Rabu (02/08/2023), mengatakan Tim Monitoring dari Pemda Malaka tersebut diangkat dengan SK Bupati Malaka.
“SK Tim Monitoring itu ada. SK ditandangani oleh bapak Bupati,” tandas Gabriel Seran dihadapan Bupati Malaka di Motaulun, Rabu (02/08/2023).
Menurut mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malaka, Drs. Gabriel Seran, MM, dana pendampingan sebesar 2,8 Miliar Rupiah dari APBD II telah dialokasikan untuk honor tim. Honor yang diberikan kepada anggota tim diformulasikan sesuai dengan golongan dan jabatan masing-masing.
“Kita tidak kasi honor sesuai dengan kita punya mau. Saya rasa standar honor paling tinggi itu Bupati yaitu dalam sebulan sekitar Rp 1 juta lebih atau Rp 2 juta. Sedangkan pejabat lainnya itu hanya ratusan ribu,” bebernya.
Mantan Kalak BPBD, yang merangkap PPK, Drs. Gabriel Seran, MM, mengatakan, tim monitoring tersebut bekerja secara diam-diam alias senyap. Tim monitoring tersebut bekerja tanpa memberitahukan kepada siapa-siapa.
“Tim itu kalau turun mereka tidak beritahu kepada siapa-siapa. Ya, dalam perjalanan kalau dia mau monitoring kegiatan, silahkan,” kata Gabriel.
Tim monitoring ini, kata Gabriel, tidak mempertanggungjawabkan pekerjaannya secara tertulis kepada siapa-siapa. Tim Monitoring ini, kata dia, hanya melaporkan secara lisan kepada dirinya jika ditemukan adanya masalah.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malaka, Ferdinand Un Muti, S.Hut, M.Si mengaku pernah diberi uang senilai 48 Juta Rupiah. Sekda mengaku, uang tersebut adalah honor Tim Monitoring Proyek Rumah Bantuan Seroja selama setahun.
Namun demikian, Sekda Malaka mengaku menolak uang tersebut, lantaran nilanya yang terlalu fantastis (besar).
Hal tersebut disampaikan Sekda Malaka, Ferdinand Un Muti, S.Hut, M.Si, kepada wartawan (tim investigasi) di ruang kerjanya, Kamis (27/04/2023).
“Dan uang itu saya tolak. Karena saya takut besok lusa ada masalah dan saya tidak bisa mengembalikan uang senilai itu. Kalau 12 juta rupiah mungkin saya bisa kembalikan, tapi 48 juta rupiah saya mau ambil uang dari mana,” ungkap Sekda Malaka.
Sekda Malaka mengatakan, honor Tim Monitoring Proyek Rumah Bantuan Seroja di Kabupaten Malaka tersebut diberikan kepada para pejabat dalam tim sesuai golongan atau jabatan.
“Jadi ada yang dapat insentif 2 juta rupiah per bulan dan ada yang 4 juta rupiah per bulan selama satu tahun, ” jelas Sekda.
Sekda Malaka mengakui, dirinya sudah menerima uang monitoring selama tiga bulan yaitu dari bulan Oktober senilai 4 juta rupiah, November 4 juta rupiah dan Desember 2022 lalu sebesar 4 juta rupiah.
“Jadi, total dalam tiga bulan itu senilai Rp 12 juta. Dan tiga bulan itu haknya saya,” ungkap Sekda Malaka. *(tim/fb)