Ady Tey Seran: Jangan Pilih Pemimpin ‘Omdo’ dan ‘Penjajah’

BIDIKNUSATENGGARA.COM | Adrianus Tey Seran, salah satu kader Partai Nasdem di Kabupaten Malaka, menegaskan bahwa seorang pemimpin harus membuktikan kapasitasnya melalui aksi, dan bukan sekadar melalui kata-kata.

Adrianus Tey Seran, menyatakan bahwa ucapan tanpa tindakan dapat menyesatkan rakyat. Dia meminta masyarakat untuk tidak memilih pemimpin yang hanya berbicara tanpa melakukan tindakan nyata. Menurutnya, tindakan akan memperlihatkan dengan jelas kualitas seorang pemimpin, yang seharusnya melakukan sesuatu daripada hanya berucap.

“Kalau pemimpin omong A buat C jangan pilih pemimpin seperti itu,” kata Ady Tey Seran, dalam kampanye terbatas pasangan calon SBS-HMS di Desa Litamali, Kecamatan Kobalima, Kabupaten Malaka, Senin (7/10/24).

Dalam pandangan Ady Tey Seran, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menunjukkan kapasitasnya melalui tindakan yang nyata. Ucapan kosong dapat dengan mudah menipu, sedangkan tindakan konkret mempertegas janji dan komitmennya.

Ady Tey Seran menyoroti pemberhentian 3.388 Tenaga Kontrak Daerah (TEKO) sebagai salah satu bentuk penjajahan yang terjadi di Kabupaten Malaka.

“Yang berikut mereka bicara soal penjajahan. Tapi bagi saya penjajahan sesungguhnya adalah pemberhentian 3.388 TEKO. Itu penjajahan atas kemanusiaan yang terjadi di Kabupaten Malaka,” tandas Ady.

Menurutnya, keputusan ini telah mengakibatkan hilangnya sumber pendapatan bagi banyak keluarga, yang sebelumnya bergantung pada pekerjaan tersebut.

“Dulu di jaman SBS, perputaran uang di kabupaten malaka sangat besar karena dari 3.388 orang tersebut. Misalkan satu desa ada 30 orang Teko, maka uang yang berputar di desa tersebut mencapai 40 juta,” jelas Ady.

Ia menyatakan bahwa ini mencerminkan pengabaian terhadap harkat dan martabat masyarakat, di mana 3.388 orang tersebut adalah putra-putri Rai Malaka.

Ady Tey Seran juga membandingkan kondisi ekonomi saat kepemimpinan sebelumnya, khususnya masa SBS, dengan situasi kestabilan ekonomi saat ini. Ia mengungkapkan bahwa pada masa SBS, perputaran uang di masyarakat jauh lebih baik, bahkan bisa mendukung keluarga janda seperti ibunya yang memiliki kebun.

“Dulu masih jaman SBS, mama saya yang statusnya janda tapi ada kebun. Uang minimal selalu ada karena bisa jual hasil kebun,” kata Ady.

Ady Tey Seran menjelaskan bahwa banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka, termasuk hasil pertanian seperti jagung, kacang dan padi. Menurunnya hasil panen berdampak langsung pada peredaran uang di masyarakat, memperburuk situasi ekonomi.

Ady mencatat, ketidakmampuan masyarakat untuk menjual hasil pertanian mencerminkan kondisi yang memprihatinkan dan membutuhkan perhatian serius dari pemimpin yang akan datang. **(Ferdy Bria)

https://gawai.co/docs/pkv-games/ https://gawai.co/docs/dominoqq/ https://gawai.co/docs/bandarqq/