BIDIKNUSATENGGARA.COM | Kampanye terbatas pasangan calon bupati dan calon wakil bupati, Stefanus Bria Seran dan Henri Melki Simu (SBS-HMS) di Desa Naimana, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, pada Rabu, (13/11/24) sangat antusias.
Antusiasme ini tidak hanya terlihat dari banyaknya massa yang hadir, tetapi juga dari semangat para pendukung yang meneriakkan semboyan kemenangan “Hola, Hola” menggema di seluruh tempat kampanye.
Saat kampanye berlangsung, salah satu janji yang kembali diingat adalah pembangunan Jembatan Benenai 2. Jembatan ini, yang dijanjikan oleh SNKT pada waktu kampanye pilkada 2020 lalu, dan dikampanyekan di mana-mana. Jembatan itu menghubungkan Desa Oanmane dan wilayah Aintasi, untuk memberikan akses yang lebih dekat bagi kedua wilayah itu. Namun hingga saat ini harapan yang dijanjikan SNKT ternyata hanya sebuah janji kosong yang kemudian tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Masyarakat Desa Naimana merasa sakit hati lantaran janji yang dilontarkan oleh seorang pemimpin tersebut, yang menjanjikan pembangunan jembatan namun tak kunjung direalisasikan. Tak jarang, mereka mengenang masa-masa saat SBS memimpin, ketika perhatian serius terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama di bidang pertanian dan infrastruktur, menjadi prioritas. Kini, rasa kecewa dan ketidakpercayaan bersemayam, mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap para calon pemimpin mereka.
Yoseph Ama Bere Seran, selaku koordinator wilayah dapil Malaka 1, dengan penuh determinasi menyuarakan keluh kesah masyarakat di hadapan SBS dan HMS. Ia menekankan betapa menyedihkan melihat harapan masyarakat Aintasi yang dipermainkan dengan janji-janji politik SNKT.
Janji pembangunan Jembatan Benenai 2, oleh SNKT, ternyata hanya alat untuk meraih suara di pilkada 2020 lalu, bukan demi kepentingan rakyat.
Ko Ama, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa tidak seharusnya seorang pemimpin hanya memperlihatkan janji-janji manis sementara tindakan nyata tidak ada. “Jangan jadi pemimpin hanya kaya janji tapi miskin tindakan. Kami, masyarakat, bukan lagi bidoh seperti yang dikira,” ujarnya dengan nada kesal.
Di rumah adat Umakatuas Manumutibrubit, SNKT pernah mengucapkan janji akan membangun jembatan Benenai 2 namun sampai hari ini, semua itu hanyalah harapan yang tidak terwujud.
“Jangan berikan janji yang nanti tidak ditindaklanjuti. Karena masyarakat akan terus menagihnya,” ungkap Ko Ama dengan nada tegas, menyiratkan bahwa kepercayaan masyarakat telah diuji oleh berbagai janji yang tidak terpenuhi.
Pada kesempatan yang sama, Yulius Klau, mengaku merasa malu. Karena ia juga ikut berkampanye di mana-mana menyatakan SNKT menang akan dibangun Jembatan Benenai 2, ia menyatakan, “Saya ikut malu karena waktu itu saya juga ikut kampanye. Malu karena sudah janji tetapi tidak dilaksanakan,” ungkapnya penuh kepedihan yang dirasakan banyak orang yang pernah percaya pada janji tersebut.
Akibat dari janji kosong SNKT tersebut, masyarakat Aintasi merasa menyesal telah memilih SN dan KT. Kini, pilkada Malaka 2024, Masyarakat Aitasi menegaskan komitmen untuk kembali memberikan dukungan kepada SBS-HMS untuk Malaka yang sehat dan sejahtera. Masyarakat yakin dan percaya, kedua figur ini (SBS-HMS) adalah pemimpin yang memahami kesulitan rakyat dan tidak sembarangan umbar janji.
Selama hampir empat tahun terakhir, masyarakat benar-benar merasakan kesulitan hasil pertanian. Program SNKT tentang swasembada pangan ternyata hanya sebuah ilusi belaka yang dikhianati oleh kenyataan. Berbeda dengan era kepemimpinan SBS, di mana masyarakat mendapatkan banyak perhatian melalui program pertanian gratis yang memperbaiki kehidupan masyarakat banyak. Kini, harapan akan kembali terbangun, dan masyarakat bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Selain program pertanian gratis, masyarakat juga mendapatkan akses layanan kesehatan gratis yang telah terbukti sangat membantu mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan cukup menunjukkan KTP, semua biaya perawatan dan pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir tentang biaya yang sering kali menjadi hambatan untuk mendapatkan perawatan medis.**(Ferdy Bria)