BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Peresmian Rumah Sakit Pratama Wewiku di Kabupaten Malaka pada Kamis, 13 Juni 2024 lalu, menjadi momen bersejarah yang seharusnya diwarnai dengan rasa kebersamaan dan kegembiraan. Namun, sejumlah keanehan yang menyelimuti acara tersebut justru membuka ruang bagi pertanyaan-pertanyaan kritis dari masyarakat.
Tiga keanehan paling mencolok, yaitu gedung yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan tersebut seakan-akan dipaksakan untuk diresmikan. Kemudian, ketidakhadiran Wakil Bupati Malaka, Kim Taolin, dan keheningan yang dibalut tanpa adanya sambutan dari unsur Pimpinan DPRD, sangatlah tidak biasa di momen penting seperti ini.
Beberapa sumber yang hadir dalam peresmian tersebut, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, secara terbuka menyampaikan kecurigaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di antara kedua pemimpin itu. Mereka menegaskan bahwa mungkin sempadan antara Simon Nahak dan Kim Taolin tidak lagi sejalan seperti dulu.
Kejadian ini, jika dipandang dari sudut pandang politik dan kebijakan publik, bisa menjadi preseden buruk serta menimbulkan ketidakstabilan dalam pemerintahan daerah.
Wakil Bupati Malaka, Kim Taolin, yang absen dalam acara tersebut menuai banyak spekulasi. Kehadirannya, yang seharusnya menjadi salah satu inti dalam momen penting pembangunan daerah, secara tegas mendapat sorotan. Berbagai spekulasi muncul, salah satunya menyangkut keharmonisan duo kepemimpinan di Malaka yang tampaknya retak.
Hal ini semakin dikuatkan dengan ketidakhadiran eksplanasi dari Bupati Malaka, Simon Nahak, mengenai absensi tersebut. Keheningan ini meningkatkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat yang hadir dan juga yang mengikuti perkembangan melalui berita.
Keanehan kedua, yakni absensi dari unsur Pimpinan DPRD dalam menyampaikan sambutan, menegaskan lagi bahwa ada yang tidak berjalan sesuai dengan protokol atau kebiasaan dalam sebuah peresmian.
Harusnya, dalam kegiatan yang melibatkan perubahan atau peningkatan fasilitas publik sebesar ini, semua elemen pemerintahan bersinergi menghadirkan pesan yang solid dan dukungan terhadap kemajuan kesehatan di Kabupaten Malaka. Namun, realitanya, rasa kebersamaan dan dukungan tersebut tampaknya absen, memberikan kesan bahwa ada ketidakserasian dalam tubuh pemerintahan daerah Malaka.
“DPR sebagai fungsi kontrol maupun yang mempunyai hak bajet tidak terlihat satupun anggota DPRD pada peresmian RS Pratama. Ada apa?,” Ungkap sumber itu.
Sumber lain menambahkan, hal yang sama-sama mengundang tanya adalah tidak diundangnya Wakil Ketua Komisi IX DPRRI, Melky Laka Lena, yang telah berperan penting dalam realisasi proyek RS Pratama Wewiku. Laka Lena, yang membidangi bidang kesehatan di Komisi IX, seharusnya mendapat tempat dan penghargaan dalam momen peresmian tersebut.
“Kemudian hasil perjuangan wakil ketua komisi IX Melky Laka Lena tidak terlihat ketika ada peresmian RS Pratama. Sangat disayangkan beliau tidak diundang dalam hajatan tesebut. Padahal itu hasil perjuangan Melky Laka Lena dan juga beliau yang membidangi bidang kesehatan di komisi IX DPRRI. Ini ada apa?,” Kata sumber lain dengan nada tanya.
Kata sumber itu, ini bukan hanya tentang tata krama, tetapi tentang mengakui dan merayakan kontribusi individu dalam upaya kolaboratif.
Keanehan ke-tiga yang paling mencolok adalah kesan terburu-buru dalam acara peresmian oleh Bupati Simon Nahak. Gedung yang belum sepenuhnya selesai dikerjakan tersebut seakan-akan dipaksakan untuk diresmikan.
“Anehnya lagi gedung itu belum selesai dikerjakan lalu untuk apa diresmikan? Harusnya pekerjaan sudah selesai, peralatan kesehatan sudah lengkap maka hari ini peresmian besok langsung dilakukan operasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Jadi sesungguhnya peresmian RS Pratama terkesan dipaksakan oleh bupati Simon Nahak karena terkait dengan hajatan politik,” tandasnya.
Pantauan tim wartawan di sela-sela acara terlihat, pekerjaan bangunan RS Pratama belum rampung saat diresmikan.
Terlihat sejumlah bangunan bagian belakang belum selesai dikerjakan. Kayu-kayu bagesting masih terlihat di dalam bangunan. Plafon belum terpasang semuanya. Pekerjaan saluran atau drainase belum rampung. Tak hanya itu, pekerjaan finishing seperti pengecetan belum selesai dan kerangka besi berserakan di sekitar bangunan. Begitu juga dengan pipa-pipa plastik belum diatur rapih.
Selain itu masyarakat juga mempertanyakan dengan acara peninjauan bangunan dan ruangan-ruangan tidak dilakukan. Semestinya, suatu bangunan megah dan monumental itu, perlu dilihat atau ditinjau. Bila perlu masyarakat yang hadir juga ikut melihat sebuah hasil karya dari pemerintahnya.
Logika sederhana mengatakan bahwa sebuah bangunan harus sudah selesai sepenuhnya sebelum diresmikan. Namun, gedung yang diresmikan sementara sebagian besar masih dalam proses pembangunan.
Pertanyaannya, untuk apa sebuah seremoni peresmian dilakukan jika gedung yang diresmikan tersebut belum siap 100 persen untuk digunakan? Jika sebuah gedung rumah sakit belum siap sepenuhnya, belum lengkap fasilitasnya, dan bahkan tenaga medis pun belum ada, apakah tidak lebih bijaksana jika peresmian ditunda hingga segala sesuatu telah benar-benar siap? Inilah salah satu keanehan yang seolah-olah menunjukkan ada sesuatu yang dipaksakan dalam agenda peresmian ini. Apakah ini merupakan tirai asap untuk kepentingan-kepentingan lain yang lebih besar, atau sekedar kelalaian dalam penjadwalan? Semuanya masih dalam misteri.
Di balik peresmian yang terkesan tergesa-gesa ini, banyak masyarakat yang menduga adanya motif politik yang ingin dicapai, terutama mengingat timing peresmian yang mungkin berhubungan dengan agenda politik tertentu.
Apakah ini semata-mata untuk kepentingan politik jangka pendek, sementara mengesampingkan kesiapan dan kepentingan masyarakat jangka panjang? Ini adalah pertanyaan kritis yang membutuhkan jawaban dan tanggung jawab nyata dari semua pihak yang terlibat.
Untuk diketahui bersama, Pembangunan Rumah Sakit Pratama di Desa Alkani tepat di belakang Kantor Camat Wewiku. Rumah Sakit itu dibangun dengan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikerjakan oleh PT. Multi Medika Raya dengan nilai kontrak sebesar Rp 44.950.000.000,-. *(Ferdy Bria)