BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Di tengah harapan tinggi masyarakat Malaka untuk mendapatkan akses kesehatan yang lebih baik, keputusan Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH.,MH, terkait pemindahan lokasi pembangunan Rumah Sakit Pratama menimbulkan kontroversi.
Inisiatif pembangunan yang semula bertujuan meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kecamatan Laemanen, tiba-tiba dipindahkan ke Kecamatan Wewiku, menimbulkan gelombang kekecewaan yang luas, khususnya di kalangan masyarakat Dapil III. Hal ini tidak saja tentang pemindahan lokasi, tetapi lebih jauh mempertanyakan integritas dan transparansi dalam pengambilan keputusan penting yang berdampak kepada kesejahteraan masyarakat.
Keputusan Bupati dalam memindahkan lokasi pembangunan dari Laemanen ke Wewiku terkesan dilakukan secara sepihak tanpa keterlibatan atau persetujuan dari masyarakat terkait, apalagi mengingat bahwa Rumah Sakit Pratama ini merupakan hasil perjuangan DPR RI Komisi IX, Melki Laka Lena. Meskipun peresmian berlangsung meriah, kesenangan tersebut tampaknya hanya permukaan mengingat banyaknya pekerjaan yang belum tuntas dan tidak sesuai dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Hal tersebut dibenarkan, Melki Laka Lena dalam beberapa kali kunjungan kerja di Kabupaten Malaka.
“Proses pengerjaan RS Pratama di Kabupaten Malaka yang sebelumnya ditetapkan lokasinya di Kecamatan Laenmane, lalu dipindahkan ke Desa Alkani, Kecamatan Wewiku, Kabupaten Malaka harus dievaluasi kembali dan dihentikan karena lokasi pembangunannya tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku,” ujar Laka Lena dalam kunjungan kerja di Malaka
Keputusan pemindahan lokasi ini menimbulkan reaksi keras dari masyarakat Dapil III. Mereka merasa dianaktirikan dan kecewa karena harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tuduhan diskriminasi muncul ketika Bupati dinilai mengesampingkan kepentingan masyarakat di beberapa kecamatan demi kepentingan yang tidak transparan. Keberadaan Rumah Sakit Pratama yang seharusnya menjadi solusi atas keterbatasan akses kesehatan, kini justru menambah panjang daftar permasalahan sosial di Kabupaten itu.
Salah satu tokoh masyarakat Dapil III, Mikhael Riu, kepada media ini mengatakan, dirinya sangat menghargai keberhasilan Bupati Simon Nahak yang sudah memindahkan RS Pratama dari Laemanen ke Wewiku. Menurutnya, Rumah Sakit Pratama yang baru diresmikan itu kewenangan Bupati Malaka, namun dari sisi pemerataan termasuk akses pelayanan kesehatan, ia menilai Bupati Simon Nahak sangat diskriminatif
“Bupati Simon Nahak dengan bangga menari diatas kekecewaan masyarakat 5 Kecamatan di Dapil III yakni, kecamatan Io Kufeu, Laenmanen, Sasitamean , Botin Leobele dan Malaka Timur,” ujar Mikhael. Jumat (14/6/2024).
“Dimana arti keadilan dan pemerataan layanan publik khususnya pada bidang kesehatan sebagai kebutuhan dasar untuk masyarakat. Ini seharusnya dikaji secara baik sehingga tidak ada sebagian masyarakat Malaka merasa dianaktirikan,” tambahnya.
Hal ini, kata Mikhael, sangat menyedihkan karena ketika masyarakat di 5 Kecamatan tersebut sakit harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit dengan peralatan yang lengkap.
Diketahui bahwa pemilihan lokasi pembangunan RS Pratama harus memenuhi kriteria tertentu, termasuk jarak tempuh, ketersediaan lahan, serta keadaan geografis, yang semuanya bertujuan untuk memastikan pelayanan kesehatan dapat diakses oleh masyarakat luas. Namun, pemindahan lokasi RS Pratama ke Wewiku oleh Bupati Malaka tampak mengabaikan persyaratan-persyaratan tersebut, sesuatu yang mengundang pertanyaan mengenai pertimbangan apa yang melandasi keputusan tersebut.
Keputusan Bupati Simon Nahak mendapat tanggapan yang beragam dari tokoh masyarakat. Sebagian besar menyayangkan keputusan tersebut karena dianggap tidak memperhatikan kesejahteraan dan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, khususnya yang berada di Dapil III. Para tokoh ini menyerukan pentingnya transparansi dan dialog dalam setiap pengambilan keputusan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Informasi mengenai ketidaktersediaan lahan di Kecamatan Laemanen juga menjadi topik kontroversial. Beberapa sumber menyebutkan bahwa informasi tersebut tidak akurat dan bahwa banyak masyarakat serta tokoh yang bersedia menyediakan lahan. Tuduhan manipulasi informasi ini menambah panjang daftar kekecewaan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan yang dianggap kurang terbuka dan jauh dari prinsip keadilan.
Menurut sumber yang dihimpun tim wartawan, banyak masyarakat dan tokoh yang bersedia memberikan lahan untuk pembangunan Rumah Sakit Pratama, namun komunikasi antara pihak Pemda Malaka dan masyarakat di Laenmanen tidak terjalin intens.
“Sudahlah kalau mau pindahkan ke Wewiku sampaikan secara terbuka dan jujur tidak usah cari alasan untuk menyudutkan masyarakat dapil III bahwa tidak sediakan lahan atau lahan tidak bersertifikat. Tidak usah spekulasi untuk membohongi publik,” kata seorang tokoh masyarakat Dapil III
Keputusan pemindahan lokasi pembangunan Rumah Sakit Pratama di Malaka membuka banyak pertanyaan tentang tata kelola dan pengambilan keputusan dalam pemerintahan daerah. Harapan akan akses kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat Dapil III kini terhalang oleh keputusan yang tidak hanya kontroversial tapi juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pembangunan Rumah Sakit Pratama dua kali diberi perpanjangan atau tambahan waktu 2×50 hari kalender kerja. Namun, hingga peresmian bangunan tersebut, PT. Multi Medika Raya selaku kontraktor belum mampu menyelesaikan pengerjaan Proyek Pembangunan Gedung Rumah Sakit Pratama Wewiku di Kabupaten Malaka senilai Rp44,95 Miliar. *(Ferdy Bria)