BIDIKNUSATENGGARA.COM | Jurnalis mengabdikan diri dan memuliakan suara-suara yang tidak terdengar melalui karya jurnalistik yang menawarkan solusi positif dan adil. Karya jurnalistik mampu menggeliatkan penguasa, birokrat, dan pengusaha. Tujuan utama jurnalis adalah untuk mendorong penguasa dalam memberikan pelayanan yang berkeadilan sosial, kesejahteraan umum, dan kebenaran sejati. Masyarakat berhak merasakan kesejahteraan yang ditawarkan oleh penguasa yang telah diberi amanah untuk mengabdi kepada rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Namun, seringkali jurnalis dan perusahaan media mereka tidak independen, yang dapat disebabkan oleh ketidakmampuan ekonomi atau kurangnya dana untuk membayar upah yang layak. Meski demikian, banyak jurnalis yang tetap memperjuangkan independensi dalam meliput dan menghasilkan berita. Prinsip utama jurnalis adalah mempertahankan independensi jika mereka memilih profesi ini.
Dalam pengantar Buku Etika Jurnalisme: Debat Global, Stanley menyatakan bahwa wartawan berusaha menghadirkan kebenaran sebagai tujuan utama pekerjaannya, mulai dari pemilihan narasumber hingga penulisan berita. Sayangnya, wartawan seringkali tidak memiliki akses ke sumber yang diperlukan untuk memperoleh kebenaran. Oleh karena itu, mereka harus mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari narasumber yang tepat. Saat mewawancarai korban di daerah konflik, wartawan mungkin sudah tahu bahwa orang yang mereka wawancarai adalah korban kekerasan oleh pihak tertentu. Namun, terkadang, mereka mendatangi kamp pengungsi tanpa mengetahui siapa yang akan diwawancarai. Wartawan sering kali bergantung pada naluri mereka untuk membedakan antara cerita yang benar dan tidak. Mereka cenderung menolak wawancara yang diatur atau dilakukan dalam tekanan, yang menjadi tantangan tersendiri karena tidak semua wartawan memiliki akses untuk menemui pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dr. Rushworth Kidder dari Institute untuk Etika Global menjelaskan bahwa tidak ada etika jurnalisme yang terpisah dari etika kedokteran atau hukum. Wartawan seharusnya meliput dengan memperhatikan etika sosial yang ada dalam masyarakat. Mereka perlu bertanya, “Apakah ini benar?” Tapi wartawan harus meliput “melalui lensa etika” tentang apa yang terjadi dalam masyarakat. Wartawan harus menggunakan bahasa etika selain bahasa sehari-hari dalam politik dan ekonomi. Mengenai nilai-nilai etika mengungkapkan bahwa ada landasan bersama dalam etika, seperti cinta, kebenaran, kebebasan, kejujuran, kesetiakawanan, toleransi, tanggung jawab, dan kehidupan.
Di dunia yang ideal, jurnalisme harus bebas dari motif apa pun selain memberikan informasi kepada publik. Jurnalisme tidak pernah boleh dipengaruhi oleh kepentingan politik atau ekonomi si wartawan atau organisasi media.
Dr. Ignas Kleden dalam buku Fragmen Sejarah Intelektual menyebut bahwa seseorang yang berani berpikir secara mandiri dan menggunakan akal budinya semakin dekat kepada pencerahan. Sebaliknya, mereka yang takut berpikir bebas akan terjebak dalam ketidakdewasaan.
Jakob Oetama dalam buku Syukur Tiada Akhir menyebutkan bahwa jurnalisme harus menghibur yang berduka dan mengingatkan yang berkuasa. Jurnalisme yang tak lekang oleh waktu memerlukan karakter, integritas, dan kemampuan profesional yang dapat dipercaya. Banyak jurnalis di Indonesia menerapkan prinsip jurnalisme kasih dalam penulisan mereka, yang dapat dilihat dari gaya penulisan dan cara pemberitaan mereka.
Seorang wartawan harus setia pada akal budinya untuk mencapai kedewasaan dalam mempublikasikan informasi. Ketidakdewasaan muncul ketika wartawan tidak setia pada akal budinya, sedangkan kedewasaan dapat dilihat dari karya jurnalistik yang berbicara dengan bahasa kasih, mencerminkan humanisme, fakta, makna, dan kualitas.***
Pewarta: Ferdy Bria
Editor: fb
Copyright © BIDIKNUSATENGGARA 2025