News  

KPU Belu Sebut MK Tak Berwenang Adili Perkara Gugatan Pilkada Belu

BIDIKNUSATENGGARA.COM | Dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (32/1/2025), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Belu memberikan jawaban sebagai termohon yang secara tegas menyatakan bahwa MK tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan gugatan terkait Pilkada Belu 2024 yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Agus Taolin-Yulianus Tai Bere (AT-AK).

Salah satu alasan KPU Belu adalah, menurut Pasal 8 ayat (3) huruf b angka 1 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 3 Tahun 2024, kewenangan Mahkamah mencakup penjelasan mengenai kekuasaan dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagai objek perselisihan.

“Kewenangan Mahkamah, memuat penjelasan mengenai kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagai objek perselisihan, ”

“Memohon kebijakan yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk menyatakan tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Belu tahun 2024 dalam perkara nomor : 100/PHP.BUP-XVIII/2024 yang dimohonkan pemohon,” demikian jawaban dalam eksepsi yang dibacakan kuasa hukum KPU Belu, Thomas Mauritius Djawa.

Di sisi lain, KPU Belu juga mengakui adanya pelanggaran administrasi oleh calon wakil bupati Vicente Hornai Gonsalves. Meskipun demikian, KPU Belu tetap meminta MK untuk menolak semua permohonan dari paslon AT-AK.

“Menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya; Menyatakan benar dan tetap berlaku Keputusan KPU Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Wakil Bupati Belu Tahun 2024; Kabupaten Belu Nomor 384 Peserta Pemilihan Bupati dan Menyatakan benar dan tetap berlakų Keputusan KPU Belu Nomor 746 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati d an Wakil Bupati Kabupaten Belu Tahun 2024 bertanggal 5 Desember 2024 pukul 00:01 WITA,” demikian petitum KPU Belu yang dibacakan kuasa hukumnya Thomas Mauritius Djawa.

KPU Belu juga menanggapi rekomendasi Bawaslu, menilai bahwa rekomendasi terkait pelanggaran administrasi oleh Vicente Hornai Gonsalves adalah tidak tepat, mengingat proses dan tahapan pencalonan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Bahwa kapasitas Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Belu dalam laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan KPU Belu sebagai saksi, tidak relevan jika rekomendasi dugaan pelanggaran administrasi dimaksud ditujukan kepada KPU Belu pada tahapan setelah penetapan perolehan suara pasanggan calon,” demikian dibacakan Thomas Mauritius Djawa.

Berdasarkan penelusuran media, dalam Peraturan KPU (PKPU) nomor 15 tahun 2024 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah diatur secara jelas dalam pasal 8 poin 2.

“Dalam hal terdapat rekomendasi Bawaslu Provnsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota yang disampaikan setelah KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan perolehan suara hasil Pemilihan di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota serta memengaruhi hasil perolehan suara, ditindaklanjuti melalui penyelesaian perselisihan hasil Pemilihan di Mahkamah Konstitusi,” demikian bunyi poin 2 pasal 8 PKPU nomor 15 tahun 2024.

Dalam sidang tersebut, Bawaslu Belu memaparkan sejumlah fakta mengenai dugaan pelanggaran administrasi dan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Vicente Hornai Gonsalves sebagai calon Wakil Bupati Belu. Menurut keterangan Anggota Bawaslu Belu, Kristafora Fernandez, laporan gugatan pelanggaran administrasi calon Wakil Bupati Vicente Hornai Gonsalves, pada tanggal 6 Desember 2024, dan setelah dilakukan kajian awal, laporan tersebut memenuhi syarat formil dan materil sehingga diregistrasi sebagai dua dugaan pelanggaran: dugaan tindak pidana pemilihan dan pelanggaran administrasi.

Selanjutnya, proses penanganan dugaan tindak pidana pemilihan, Bawaslu Kabupaten Belu melakukan pembahasan pertama bersama Sentra Gakumdu Kabupaten Belu sebagaimana termuat dalam berita acara nomor 081 dengan kesimpulan bahwa terdapat peristiwa pidana pemilihan yaitu diduga melanggar pasal 184 undang-undang nomor 8 tahun 2015 yang pada pokoknya berbunyi setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah dan dilanjutkan dengan pengumpulan bukti melalui klarifikasi dan penyelidikan.

“Dalam proses klarifikasi terlapor atas nama Vicente Hornai Gonsalves tidak dapat diklarifikasi karena tidak kooperatif untuk hadir setelah diundang secara patut sebanyak dua kali,” ungkapnya.

Dengan demikian, proses penyidikan atas dugaan tindak pidana pemilihan dihentikan karena terlapor tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka akibat ketidakkooperatifan dan hilangnya jejak pascadua kali pemanggilan.

Terhadap penanganan dugaan pelanggaran administrasi, Bawaslu Kabupaten Belu mengeluarkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh KPU Kabupaten Belu, menyangkut dugaan pelanggaran tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam tahapan pendaftaran pasangan calon.

Untuk informasi lebih lanjut, KPU Belu diwakili oleh enam kuasa hukum, termasuk Thomas Mauritius Djawa, Jeffry Amazia Galla, Bisri Fansyuri LN, Ahmad Azis Ismail, Daniel Fajar Bahari Sianipar, dan Raka Dwi Amanda.***