BIDIKNUSATENGGARA.COM | Di beberapa Desa di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, warga menghadapi kesulitan yang semakin meningkat terkait dengan kekurangan pangan, mulai dari beras, jagung hingga ubi.
Situasi ini tidak hanya disebabkan oleh faktor alam, tapi juga tentang kebijakan pemerintah.
Bupati terdahulu, Stefanus Bria Seran (SBS), telah memperkenalkan program balik kebun gratis dengan menggunakan traktor milik pemerintah untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan produktivitas tanah mereka, kini layanan tersebut seakan-akan kurang dirasakan, sejak kepemimpinan beralih kepada Simon Nahak dan Kim Taolin (SN-KT).
Perbandingan antara kebijakan SBS dan pemerintahan sekarang di bawah Simon Nahak menunjukkan perbedaan terutama, dalam aspek pemberdayaan masyarakat petani.
Di bawah kepemimpinan SBS, traktor gratis menjadi alat vital dalam meningkatkan efisiensi kerja dan hasil panen. Namun, dengan berakhirnya era SBS sejak tahun 2021 dan dimulainya pemerintahan saat ini, traktor-traktor tersebut terbengkalai tanpa pemeliharaan atau penggunaan yang efektif, menyebabkan banyak kebun menjadi tidak terurus.
Seperti yang diceritakan oleh Remigius Nahak, salah satu warga Desa Naimana, mengalami kesulitan yang besar dalam mengolah tanah secara manual.
“Iya, sekarang musim lapar. Sementara beras harga naik. Mau tidak mau beli beras, itupun kalau ada uang. Pak wartawan silahkan lihat, kebun-kebun yang dulu dimanfaatkan sekarang tidak lagi karena tidak ada traktor yang datang balik kebun seperti dulu bapa dokter Stef lakukan untuk kami. Kalau balik tanah pake tenaga, kami tidak mampu lagi,” ungkap dia kepada bidiknusatenggara.com, Sabtu (20/7/2024).
Mereka yang dulunya bergantung pada bantuan traktor gratis, kini merasa terbebani oleh biaya dan tenaga yang dibutuhkan untuk menggarap tanah tanpa bantuan dari pemerintah (traktor). Akibatnya, banyak lahan pertanian yang terbengkalai dan tidak bisa diandalkan sebagai sumber pangan utama lagi.
Di Desa Biris, Kecamatan Wewiku, warga mengulang seruan sama bagi pemerintah untuk segera mengaktifkan kembali traktor-traktor yang ditinggalkan oleh bupati SBS.
“Harapan saya pemerintah bisa turunkan traktor-traktor yang dulu bapak SBS tinggalkan itu. Jika ada yang rusak segera perbaiki supaya datang balik kebun kami sebelum musim hujan datang,” keluh Paulus Seran.
Menurut mereka, keberadaan traktor tidak hanya penting untuk menyiapkan kebun sebelum musim hujan namun juga sebagai upaya pemerintah untuk menunjukkan dukungannya terhadap masyarakat petani. Tanpa dukungan tersebut, mereka khawatir situasi krisis pangan di desa-desa akan terus berlanjut dan bahkan mungkin memburuk.
Terlepas dari keluhan dan kerinduan akan masa-masa ketika traktor gratis masih menjadi bagian dari kehidupan mereka, warga menyimpan harapan besar pada pemerintah.
Permintaan mereka sederhana, yaitu agar pemerintah dapat menghidupkan kembali program traktor gratis yang pernah membuat kebun mereka bersemi.
Harapan ini sebuah seruan agar pemerintah segera bertindak sebelum musim hujan datang, memperburuk kondisi lahan yang sudah sulit untuk diolah.
Memang, masa depan desa-desa tersebut kini berada di tangan kebijakan pemerintah. Apakah akan terus membiarkan suara-suara ini tenggelam oleh kebingungan dan ketakutan akan kelaparan? Ataukah akan mengambil langkah nyata untuk mengembalikan harapan kepada warga?
Marilah kita bersama-sama berharap dan berdoa agar pilihan yang diambil membawa kemakmuran kembali ke masyarakat yang saat ini merintih menanti uluran tangan dari pemerintah. *(Ferdy Bria)