BIDIKNUSATENGGARA.COM | Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malaka, dr. Sri Charo Ulina, diduga telah mempersulit tenaga kesehatan (Nakes) di Puskesmas Babulu, Kecamatan Kobalima, dengan alasan yang tidak mendasar.
Nakes yang bernama Gaudensiana Hoar, A.Md. Keb, yang bertugas di Puskesmas Babulu, mengalami kesulitan dalam mendapatkan surat rekomendasi keputusan (SK) untuk keperluan pendaftaran PPPK 2024 tahap 2.
Kepala Dinas Kesehatan Malaka tidak memberikan keadilan yang sewajarnya kepada Gaudensiana Hoar, yang sedang berusaha mengikuti seleksi PPPK 2024 tahap 2.
Melalui surat pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Malaka, enam orang Nakes di Puskesmas Babulu diharuskan mengikuti magang selama satu bulan di RSPP Betun sebelum rekomendasi mereka dapat diproses.
Kebijakan ini dianggap sangat tidak masuk akal, mengingat rekomendasi untuk keperluan seleksi PPPK justru mensyaratkan magang satu bulan di RSPP Betun.
“Saya bersedia mengikuti magang, namun tenggat waktu yang tercantum dalam surat itu tidak jelas. Tidak ada informasi mengenai tanggal mulai dan berakhirnya magang. Di surat tersebut juga meminta agar kepala desa Babulu memfasilitasi, namun setelah menghadap kepala desa, ia menyatakan tidak bersedia karena tidak ada pos anggaran untuk magang bidan desa,” kata Gaudensiana Hoar kepada media ini, Kamis (27/2).
Ia menyebutkan, jika ia magang pada awal Maret, otomatis selesai pada April 2025, yang berarti ia tidak lagi berstatus bidan desa saat rekomendasi tersebut diterima setelah magang.
“Ini seperti pembunuhan karakter terhadap saya. Saya kira mungkin ada masalah lain, jadi saya harap Ibu Kadis bisa berbicara terbuka untuk mencegah saya menjadi kelinci percobaan dalam urusan ini,” ujar Dea, sapaan akrab Gaudensiana Hoar.
Dea mencurigai adanya nepotisme dalam penghalangan pemberian rekomendasi.”Saya menduga mungkin ini terkait nepotisme, terutama setelah kasus bayi meninggal di Puskesmas Babulu. Pada saat itu, saya dipanggil ke dinas, tetapi mereka memberikan ruang bagi saya untuk klarifikasi,” ujarnya.
Ia menyatakan bahwa meskipun penahanan rekomendasi dengan alasan magang selama satu bulan bisa diterima, tetap tidak boleh ada dugaan lain terkait dengan kasus kematian bayi di Puskesmas tersebut.
“Jika terdapat dugaan bahwa lambatnya rekomendasi berkaitan dengan kematian bayi itu, maka Ibu Kadis harus berbicara jujur. Perlu diketahui bahwa saya tidak sendirian yang bertanggung jawab saat bayi tersebut meninggal; ada beberapa rekan bidan lainnya. Mengapa hanya saya yang harus dipersalahkan?” bebernya.
Kasus ini berbeda dengan kasus sebelumnya yang melibatkan imunisasi yang mengakibatkan kematian bayi, di mana Ibu Kadis bertindak tidak adil.
“Ibu Kadis harus berlaku adil. Dalam kasus sebelumnya di Puskesmas Babulu, oknum bidan memberikan vaksin hingga bayi meninggal, dan Ibu Kadis tetap memberikan rekomendasi tanpa keharusan magang di RSPP Betun. Namun, saya justru diharuskan untuk magang sebelum rekomendasi saya diproses. Ini sangat tidak adil,” urai Dea.
Ia mengingatkan agar Ibu Kadis tidak memperlakukan kasus bayi meninggal tersebut secara berbeda karena diduga ada keluarga dekat yang bekerja di Dinas Kesehatan, sehingga mengarah pada perlakuan tidak adil terhadap tenaga kesehatan.
“Saya hanya meminta Ibu Kadis untuk berlaku adil kepada setiap Nakes. Jangan ada perlakuan yang tidak sebanding. Jika ada yang ingin dikeluarkan dari Puskesmas, klarifikasi harus dilakukan dengan jujur agar saya tidak menjadi beban,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Malaka, yang telah dikonfirmasi berulang kali oleh tim media ini, belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.**(tim)