BETUN,bidiknusatenggara.com-Pemerintah Kabupaten Malaka bersama DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas sejumlah agenda penting yang berkaitan dengan proses pilkades serentak maupun progres pembangunan yang belum diselesaikan pada tahun 2021.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama pemerintah daerah yang dihadiri oleh Wakil Bupati Malaka, Louise Lucky Taolin, Kabag Hukum, Yohanis P. Seran, Inspektur Malaka, Remigius Leki, Kalak BPBD Malaka, Gabriel Seran dan Kepala Dinas PMD, Agustinus Nahak yang berlangsung di Gedung DPRD Malaka, Kamis(3/11/22)
Rapat yang dipimpin Waket 1 DPRD Malaka, Devi Hermin Ndolu yang juga dihadiri Ketua DPRD Kabupaten Malaka, Adrianus Bria Seran, SH dan anggota Banmus tersebut mendapat banyak hujan instrupsi dari beberapa Anggota DPRD Malaka terkait Peraturan Bupati tentang pilkades serentak 2022 yang menurut mereka kurang lengkap.
Beberapa Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malaka menilai Peraturan Bupati tentang pemilihan Kepala Desa serentak yang akan digelar pada tanggal 9 Desember 2022 berpotensi menimbulkan kekacauan bagi masyarakat.
Salah satu Politisi partai Golkar Henri Melki Simu menegaskan bahwa, Peraturan Bupati (Perbup) ini lahir untuk membatasi atau merampas hak warga negara dalam mencalonkan diri. Padahal sebetulnya perbup ini hadir untuk mengatur segala hal yang berurusan dengan pelaksanaan pilkades harus benar-benar demokratis.
“Saya mau katakan, pemerintah sudah membatasi hak warga negara untuk mencalonkan diri dengan perbup yang ada. Ditunjukkan kepada saya, dasar hukumnya apa, kalau memang dia ada temuan tapi dalam perjalanan ada proses pengembaliannya, lalu belum lunas tetapi dia tidak mendapat rekomendasi dari inspektorat. Tunjukkan dasar hukumnya apa”, tegasnya.
Sementara itu anggota DPRD dari fraksi Hanura, Bernadette Luruk Seran meminta, pada perbup pasal 3 point D yang berkaitan dengan unsur-unsur terkait lainnya agar dihapus. Ia menilai nantinya pandangan masyarakat bahwa sumber kekacauan dalam perbup ini ada pada DPRD.
“Pada perbup pasal 3 point D yang berkaitan dengan unsur terkait lainnya, ini memang sudah diuraikan tetapi kalo memang ada pihak lain yang nanti akan mengacokan proses pilkades ini seharusnya dihapus saja. Apa bila DPR tidak dilibatkan dalam proses ini dalam arti tidak termasuk dalam unsur terkait lainnya ini mohon supaya dihapus. Karena ini seakan-akan nanti membuat kesan, ini yang sumber kekacauan. Nanti PMD, inspektorat dan pemerintah yang buat pesta nanti DPR yang cuci piring. Nanti orang Demo di DPR”, pungkasnya.
Kemudian Felix Bere, Anggota DPRD fraksi Nasdem juga meminta kepada inspektorat untuk memberikan rekomendasi kepada Incumbent yang mencalonkan diri lagi perlu penajaman agar bisa diperhatikan oleh pemerintah.
“Oleh karena itu surat rekomendasi yang akan dikeluarkan oleh Inspektorat perlu dilakukan penajaman agar bisa diperhatikan oleh pemerintah khususnya Pak Bupati yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan Perbup ini, “tuturnya.
Felix Bere juga menjelaskan Perbup di point O dimana mantan kepala desa, incumbent atau perangkat desa harus mendapatkan keputusan atau persetujuan dari Bupati bagi calon yang ingin maju lagi dalam perhelatan Pilkades serentak nanti.
“Ini juga menurut saya perlu diluruskan oleh Pak Bupati karena spirit pemerintah Kabupaten Malaka dibawah kepemimpinan Bupati Simon Nahak dan Wakil Bupati Louise Lucky Taolin dengan tagline SN-KT maju dengan program unggulannya pemberantasan korupsi sehingga membuat pemerintahan ini jadi berwibawa dan bersih, “ucapnya.
Sementara itu, Ferdinandus Seran, Anggota DPRD fraksi Nasdem mempertanyakan Peraturan Bupati terkait pembobotan nilai pada umur yang menurut dirinya sangat tidak masuk akal.
“Soal pembobotan umur, ada ketentuan umur yang menurut saya sangat tidak masuk akal. Bapak dorang baca syarat pencalonan tentang Undang-undang Desa, syarat minimal 25 tahun, tidak ada yang membatasi itu. Lalu ada pembobotan nilai soal umur, dasar hukumnya apa? Minimal 25 tahun maksimal tidak diatur lalu dalam pembobotan diatur nilai? Tolong tunjukkan kepada saya regulasi mana, perpres mana, Permendagri mana yang mengatur soal ini”, tanyanya.
“Perbup yang baru, diatur bahwa umur dibawah 25 tahun tapi menikah boleh. Terhadap pembobotan umur yang dibawah akan dikasih nilain berapa? Sedangkan standar umur 25 tahun poinnya 7. Lalu umur dibawah tapi menikah poinnya berapa? Karena itu terjadi. Sebenarnya RDP ini sudah terlambat karena pendaftaran calon pilkades sudah berakhir. Tapi PMD kita undang satu minggu sebelum pendaftaran ini di komisi satu tapi tidak hadir. Maksud kami kita mau bahas tentang perbup yang menurut kami belum lengkap ini. Perbup apa sih… Menyalahi Undang-undang kok,,, bertentangan kok”, pungkasnya (Ferdy Bria)