Hukum  

Petrus Kabosu: Septic Tank Sudah Masuk Tahap Penyidikan, Lalu Bagaimana Dengan Seroja?

BIDIKNUSATENGGARA.COM | Baru-baru ini, masyarakat Malaka dihebohkan dengan tim penyidik Kejaksaan Negeri Atambua yang menggeledah dua Kantor Dinas, yaitu Dinas PUPR dan BKAD Kabupaten Malaka.

Penggeledahan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan septic tank di Desa Tafuli 1 dan Desa Oekmurak, dengan nilai anggaran sekitar Rp 1,2 Miliar.

“Pada hari Kamis, tanggal 20 Februari 2025, sekitar pukul 09.00 WITA, di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), tim penyidik Kejaksaan Negeri Belu melaksanakan penggeledahan dokumen terkait penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan tanki septik di Desa Tafuli 1 dan Desa Oekmurak dalam bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Malaka,” jelas Kasi Pidsus Kejari Belu, Cornelis Oematan, S.H., melalui rilis tertulis yang disampaikan kepada tim media pada Kamis, (20/2/25).

Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik berhasil mengamankan sebanyak 60 dokumen penting yang terkait dengan pengerjaan proyek di kedua desa.

“Berkas-berkas atau dokumen yang diperoleh pada saat penggeledahan di Dinas PUPR Kabupaten Malaka sebanyak 60 dokumen terkait perkara korupsi pada pekerjaan pembangunan tanki septik,” tandas Cornelis Oematan.

Selain itu, dalam penggeledahan yang dilakukan di Kantor Badan Pengelolaan Keuangan, Aset, dan Pendapatan Daerah Kabupaten Malaka, tim penyidik juga menemukan dan mengamankan dokumen pencairan terkait dua proyek di kedua desa tersebut. Dokumen ini selanjutnya akan dianalisis untuk mendalami aliran dana serta potensi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.

“Kegiatan penggeledahan tersebut berlangsung aman dan lancar tanpa adanya potensi ancaman gangguan atau hambatan dari pihak manapun,” imbuh Cornelis.

Saat ini, masyarakat Kabupaten Malaka juga mempertanyakan mengenai proyek kemanusiaan yang bertujuan membantu masyarakat yang terdampak bencana Seroja pada tahun 2021 silam. Pertanyaan yang muncul di kalangan masyarakat adalah, bagaimana dengan proyek Seroja yang diduga bermasalah?

Pada tanggal 31 Desember 2021, Pemerintah Pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) telah mentransfer dana siap pakai (DSP) ke rekening BPBD Malaka senilai Rp 60.460.000.000.

Dana tersebut digunakan untuk memperbaiki 3.292 unit rumah yang rusak akibat badai Seroja yang terjadi pada tanggal 4 April 2021.

Rinciannya, rumah rusak ringan sebanyak 2.336 unit dengan anggaran Rp 10.000.000 per unit, rusak sedang 428 unit dengan anggaran Rp 25.000.000 per unit, dan rusak berat 528 unit dengan anggaran Rp 50.000.000 per unit.

Setelah dilakukan review oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan validasi lapangan, ditemukan selisih 174 unit rumah yang tidak teridentifikasi, yakni rusak ringan sebanyak 126 unit, rusak sedang 29 unit, dan rusak berat 19 unit, dengan total anggaran Rp 2.935.000.000 yang masih terkunci di rekening BPBD Malaka.

Pada tanggal 10 Juni 2021, Bupati Malaka, Simon Nahak, melakukan peletakan batu pertama pembangunan rumah Seroja di Dusun Naekasak, Desa Lawalu, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, yang dihadiri oleh staf dari BNPB pusat, Kepala Pelaksana BPBD Malaka, serta para penerima bantuan dan masyarakat setempat.

Sebelum peletakan batu pertama, Bupati Malaka telah menyerahkan bantuan rumah Seroja secara simbolis kepada perwakilan penerima sesuai dengan kategori kerusakan. Untuk kategori rumah rusak ringan, anggarannya sebesar Rp 10 juta, rusak sedang Rp 25 juta, dan rusak berat senilai Rp 50 juta.

Setelah peletakan batu pertama, Kepala Pelaksana BPBD Malaka, Gabriel Seran, menyatakan bahwa berdasarkan hasil validasi lapangan, sebanyak 3.118 unit rumah siap dikerjakan.

Rinciannya adalah rusak ringan 2.210 unit x Rp 10.000.000 per unit, rusak sedang 399 unit x Rp 25.000.000 per unit, dan rusak berat 509 unit x Rp 50.000.000 per unit, dengan total anggaran sebesar Rp 57.525.000.000, yang dikerjakan oleh 29 CV dan kontraktor yang tersebar di 7 kecamatan dan 27 desa.

Namun, sayangnya, perbaikan rumah rusak ringan dengan anggaran Rp 10 juta per unit sebagian besar hanya didominasi oleh pekerjaan cet dinding, dan banyak penerima bantuan rumah Seroja mengeluhkan bahwa pengerjaan tidak sesuai dengan anggaran yang ada.

Begitu pula untuk rusak sedang dengan anggaran Rp 25 juta per unit, proses pengerjaan diduga tidak memenuhi standar kualitas, sedangkan perbaikan untuk rumah rusak berat juga belum tuntas.

Sementara sesuai kontrak kerja, pengerjaan untuk 3.118 unit rumah dijadwalkan selesai pada 21 Oktober 2022.

Petrus Kabosu, SH, salah satu Penasehat Hukum dari Kabupaten Malaka, mengatakan, dugaan korupsi proyek pembangunan septic tank telah masuk pada tahap Penyidikan, lalu bagaimana dengan proyek pembangunan rumah bantuan seroja? Ia mendesak Polda NTT untuk secara proaktif meminta APIP Pusat melakukan audit terhadap bantuan perumahan yang diberikan kepada warga korban bencana Seroja Tahun 2021 di Kabupaten Malaka senilai Rp 57.525.000.000.

Menurut Petrus Kabosu, ada dua alasan kuat mengapa Polda NTT perlu mengajak APIP Pusat dalam proses audit proyek kemanusiaan ini:

Pertama, hingga kini, proyek bantuan rumah bagi warga korban bencana di Kabupaten Malaka belum pernah diaudit oleh APIP Pusat, dan belum ada serah terima dari pengelola kepada Pemerintah Pusat (BPBD).

Sesuai dengan petunjuk teknis dari Pemerintah Pusat, proyek yang dibiayai oleh dana APBN wajib diaudit oleh APIP Pusat sebelum diserahkan ke pemerintah. Audit ini sangat penting untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kondisi di lapangan, termasuk pemanfaatan anggaran dalam pelaksanaan proyek tersebut.

Kedua, sebagaimana disampaikan oleh Kapolda NTT saat kunjungannya ke Kabupaten Malaka, Polda NTT sedang menjalankan penyelidikan terkait proyek bantuan bencana Seroja.

Dengan jumlah kasus yang begitu banyak dan terbatasnya tenaga penyidik, sudah saatnya Polda NTT meminta APIP Pusat untuk melakukan audit, sesuai dengan regulasi yang mengharuskan proyek yang bersumber dari APBN diaudit oleh APIP Pusat.

“Jika Polda NTT memang berkomitmen untuk menuntaskan proyek bantuan rumah bagi korban bencana Seroja di Kabupaten Malaka, langkah konkret yang harus diambil adalah meminta APIP Pusat untuk melakukan audit, karena regulasi mengharuskan proyek APBN diaudit oleh APIP Pusat,” tegas Petrus Kabosu kepada wartawan di Betun, Jumat, (21/2/25).

Sebelumnya, pada 23 Januari 2025, Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, melakukan kunjungan kerja di Mapolres Malaka. Dalam kesempatan tersebut, wartawan mengajukan pertanyaan mengenai dugaan kasus korupsi terkait bantuan rumah Seroja.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kapolda NTT menegaskan bahwa Polda NTT berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi bantuan rumah bagi warga korban bencana Seroja di Kabupaten Malaka.

Kapolda juga menyatakan bahwa Polda NTT telah melakukan penelitian beberapa kali dan menemukan banyak korban.

“Polda NTT sudah berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan untuk memastikan semua korban diperiksa. Kendala keterbatasan personil menjadi tantangan bagi Polda, namun komitmen untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi bantuan rumah Seroja di Kabupaten Malaka tetap erat,” ungkapnya.

Ketika wartawan mendesak agar kasus dugaan korupsi rumah bantuan Seroja diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena skandal ini melibatkan banyak pihak, Kapolda NTT menyatakan bahwa pihaknya terus melakukan penyelidikan serta berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan agar semua dugaan korupsi di Kabupaten Malaka segera terungkap.

“Kami pastikan Polda NTT akan segera mengungkap kasus dugaan korupsi bantuan rumah Seroja di Kabupaten Malaka. Polda NTT berkomitmen untuk memproses semua kasus ini hingga tuntas agar masyarakat tidak merasa resah,” tegasnya.

Selain itu, Petrus Kabosu mendesak Polda NTT untuk meminta APIP Pusat memeriksa penggunaan dana pendampingan yang berasal dari APBD Malaka sebesar Rp 2,8 Miliar dalam pelaksanaan proyek bantuan kemanusiaan tersebut, mengingat terdapat indikasi korupsi yang dapat merugikan keuangan negara.**(tim)