BIDIKNUSATENGGARA.COM | Belakangan ini, penerima manfaat bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah pusat mengalami banyak pertanyaan. Di Kabupaten Malaka, Provinsi NTT, terdapat kasus di mana banyak lansia dan janda dikeluarkan secara sepihak dari penerimaan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH).
Salah satu contoh adalah Petronela Bete (72) dan Yoseph Seran (76), yang keduanya tinggal di Dusun Kota Bot 2, Desa Alas, Kecamatan Malaka Timur. Mereka tidak imun dari polemik pemberhentian bantuan dari pemerintah pusat.
Keduanya mengalami masalah fisik yang serius, yakni buta dan tuli. Namun, tanpa adanya empati nama mereka dikeluarkan dari daftar penerima bantuan sosial PKH.
Petronela Bete tinggal bersama anaknya setelah suaminya meninggal dunia pada tahun 2019. Sementara Yoseph Seran hidup di rumah berukuran 6×6 meter bersama istri dan satu anak, dengan kondisi rumah yang memprihatinkan.
Dengan kondisi rumah yang sangat tidak layak, Yoseph Seran tampaknya tidak mendapatkan perhatian dari Kepala Desa, bahkan ia dikeluarkan dari Bantuan Sosial PKH. Hal ini berlawanan dengan program Kementerian Sosial (Kemensos) yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2007, yang bertujuan memberikan bantuan sosial bersyarat bagi Keluarga Miskin (KM) sebagai langkah percepatan penanggulangan kemiskinan. Tragisnya, nama mereka dikeluarkan dari bantuan PKH tanpa penjelasan dari petugas PKH maupun Kepala Desa.
Saat ditemui wartawan pada Minggu, (29/12/2024), nenek Petronela mengungkapkan bahwa di tahun-tahun sebelumya ia selalu menerima bantuan PKH tanpa masalah. Namun, untuk tahun 2024 pada tahap terakhir, nama mereka dikeluarkan.
“Saya buta dan tuli, tidak bisa jalan lagi, sehingga anak saya yang mewakili untuk mengambil bantuan di kantor pos. Tapi baru-baru ini, anak saya pulang dengan tangan kosong dan mengatakan bahwa nama saya sudah dikeluarkan dari bantuan itu,” ujarnya ketika ditemui wartawan di kediamannya.
Petronela juga menjelaskan bahwa bantuan PKH yang diterimanya tercatat atas nama almarhum suaminya, Marselus Mau Tae, yang sudah meninggal sejak tahun 2019, dan sebagai ahli waris, ia berhak menerima bantuan tersebut.
“Saya ahli waris dari suami saya yang sudah meninggal,” kata nenek Petronela dengan nada tersendat.
Dengan penuh harap, ia mengisahkan ketidakmampuannya untuk menerima bantuan sosial PKH dari pemerintah, sementara anaknya yang menghidupinya. “Saat ini saya tinggal bersama anak bungsu saya,” tuturnya.
Setelah berbincang dengan nenek Petronela Bete, wartawan media ini melanjutkan perjalanan ke rumah Yoseph Seran. Sesampainya di rumah Yoseph, ia menyapa dengan ramah meski matanya buta namun pendengarannya masih baik.
Yoseph mengungkapkan keluhan yang sama. Seperti nenek Petronela, Yoseph sebelumnya juga menerima bantuan dengan lancar, bahkan di tahun 2024, untuk tahap 1, 2, dan 3, ia masih menerimanya. Namun, di tahap terakhir, tiba-tiba namanya dikeluarkan.
Tidak hanya nenek Petronela dan Yoseph, sejumlah janda tua renta yang tinggal di Dusun sama juga menghadapi nasib serupa.
Yustina Iku (66) yang sudah mulai kehilangan pendengarannya, Agustina Soi (52) yang namanya hilang dari daftar penerima PKH, serta Maria Hoar (77) yang juga janda mengalami nasib yang sama.
Ketiga janda berusia senja ini tidak mempunyai penghasilan dan patut menjadi perhatian pemerintah terutama bantua sosial dari pemerintah pusat.
“Ibu pendamping PKH kirim nama-nama datang dan saya punya nama tidak ada lagi”, ungkap Maria Hoar.
Salah satu warga penerima bantuan PKH yang juga namanya dihapus dari daftar penerima mengaku sempat menghubungi pendamping PKH Desa Alas. Sayangnya, pendamping tersebut menjelaskan bahwa nama mereka dihapus oleh Aparat Desa Alas.
“Saya sempat kontak ibu pendamping untuk menanyakan kenapa nama kami dihapus, dan dia bilang nama kami dihapus oleh aparat desa,” ungkapnya, memilih untuk tidak disebutkan namanya.
Terkait polemik ini, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malaka, Maria Fatima Seuk Kain, menegaskan rencananya untuk mengunjungi Dinas Sosial guna mencari klarifikasi mengenai persoalan tersebut.
“Sebagai ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malaka, saya melihat banyak masalah terkait penerima PKH lewat media. Oleh karena itu, besok saya akan mengunjungi dinas sosial untuk bertemu dengan kepala dinas dan mencari penyelesaian sesegera mungkin,” tegasnya.
Maria Fatima Seuk Kain juga menyatakan bahwa ada masalah mendasar yang perlu diidentifikasi, mengingat terdapat penerima bantuan yang sebelumnya lancar namun tiba-tiba dicoret namanya.
“Kami perlu mengetahui penyebabnya, karena tidak hanya di Desa Alas, tetapi juga di daerah lain seperti Alas Selatan, Naimana, dan Lawalu,” jelasnya tegas.
Ia menegaskan komitmennya untuk menuntaskan masalah ini, dan jika penyebabnya terletak pada pihak Kepala Desa, maka pihaknya akan terjun langsung untuk menyelesaikannya.
“Besok saya akan tanyakan kepada kepala dinas sosial tentang apa sebenarnya yang terjadi. Jika masalahnya ada di desa, kami akan turun langsung untuk menyelesaikannya,” pungkasnya.*(Ferdy Bria)