BIDIKNUSATENGGARA.COM | Pemberitaan yang dipublikasikan di salah satu media, kabarntt.com, dengan judul “SBS Resmi Umumkan Tidak Pakai Program Kesehatan Gratis KTP di Kampanye Akbar,” telah memicu berbagai reaksi emosional dari netizen di Kabupaten Malaka. Banyak yang menganggap bahwa Wartawan, sebagai pihak media, masih ‘bodoh’ namun tetap berusaha memahami isu yang kompleks tersebut.
Di grup Facebook Pilkada Malaka 2024 Serentak, interaksi antara pengguna media sosial semakin panas. Salah satu akun dengan nama Rossa Gaa memberikan tanggapan tajam di atas berita kabarntt.com, mengekspresikan kekecewaan terhadap kualitas jurnalistik yang dinilainya. Ia menulis, “Wartawan kalau sekolah tidak sampai habis ya begini jadinya… masih bodok tetapi mencoba untuk memahami sesuatu yang sulit… Sekolah kasi selesai dulu baru belajar lagi istilah-istilah kesehatan di SBS…” Pernyataan ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap informasi yang disampaikan oleh media.
Reaksi lain datang dari Hesty Selestina, yang mengungkapkan kekagumannya sekaligus heran karena wartawan bisa menghasilkan berita yang dianggap bodoh. Ia berkomentar, “Heran, wartawan ini bisa sedungu ini,” menunjukkan betapa tinggi harapan masyarakat terhadap jurnalis untuk menyampaikan fakta yang akurat.
Tak mengherankan, ada juga komentar yang jauh lebih kasar, mencemooh wartawan di kabarntt.com karena dituduh menulis berita hoaks demi kepentingan pribadi. Pengguna bernama Rocky Ftb mengekspresikan ketidakpuasannya secara langsung, “Dia hanya bisa cari makan dengan buat berita begini ew kk… kalau buat berita lain nanti makannya kurang kk,” yang menunjukkan betapa jauh masyarakat menilai integritas wartawan dan media yang meliput isu di Kabupaten Malaka.
Sementara itu, isi berita yang ditulis oleh wartawan kabarntt.com menggarisbawahi bahwa, Program Kesehatan gratis yang menggunakan KTP menjadi primadona paslon SBS-HMS dalam setiap momen kampanye. Hingga Debat Pertama Paslon Pilkada Malaka, program kesehatan tersebut dipertajam.
Namun, saat kampanye akbar SBS-HMS di Lapangan Umum Betun, SBS resmi mengumumkan tidak akan menggunakan program kesehatan gratis KTP sistem free for service.
Dalam orasi politiknya saat kampanye SBS-HMS di Lapangan Umum Betun, Kamis (20/11/24) siang, SBS mengumumkan secara resmi tidak akan melanjutkan program kesehatan gratis sistem free for service.
Demikian isi berita yang ditulis oleh wartawan media kabarntt.com yang diterbitkan pada Kamis, 21 November 2024 | 22:48 WIB
Sementara dalam orasi politik SBS pada saat kampanye, ia menyatakan, “Kami akan melindungi rakyat Kabupaten Malaka dengan program yang dinamakan Universal Health Coverage (UHC). Artinya, setiap rakyat akan terjamin saat sakit; mereka hanya perlu menunjukkan KTP, dan pemerintah Kabupaten Malaka yang akan menanggung biayanya.”
SBS juga meyakinkan komitmennya berdasarkan pengalaman selama menjadi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT selama 13 tahun, “Jangan kuatir karena soal kesehatan, saya adalah salah satu pejabat senior di Kabupaten Malaka dan di seluruh NTT. Saya telah membuktikannya kepada rakyat Kabupaten Malaka selama periode 2016-2021, rakyat cukup menunjukkan KTP mereka dan semua biaya berobat ditanggung oleh pemerintah.”
Namun, pernyataan SBS mengundang refleksi yang lebih dalam. Mengapa wartawan terasa kurang akurat dalam menyampaikan berita tentang keputusan SBS? Pernyataan yang mengatakan “SBS Resmi Umumkan Tidak Pakai Program Kesehatan Gratis KTP” tampaknya tidak memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh SBS selama kampanye.
Lebih jauh lagi, artikel tersebut tidak mencantumkan narasumber yang mengonfirmasi bahwa SBS benar-benar mengesampingkan program tersebut, melainkan pernyataan itu lebih mencerminkan opini dan pandangan pribadi dari wartawan yang menulis.
Apakah hal ini memang sejalan dengan kode etik jurnalistik yang seharusnya melindungi fakta dan informasi? Bukankah seharusnya wartawan beroperasi dengan lebih objektif tanpa membawa opini pribadi yang bisa menyesatkan pembaca dan merusak citra individu atau kelompok tertentu?
Sepertinya, wartawan tersebut bisa saja lebih memilih untuk menulis dengan tujuan mencari pujian dari calon yang didukungnya atau mungkin pernyataan tersebut muncul tidak dari ketulusan hati, melainkan dari rasa iri dan dengki yang ingin menjatuhkan Paslon nomor urut 2 (SBS-HMS).
Lebih lanjut lagi, penulisan yang Sarat dengan rasa iri dan dengki seharusnya tidak memiliki tempat dalam jurnalistik yang profesional. Ini menunjukkan tidak hanya kekurangan etika, tetapi juga mengabaikan tanggung jawab yang dimiliki jurnalis untuk memberikan informasi yang akurat dan tidak bias. Seharusnya, wartawan berupaya untuk memberitakan berdasarkan fakta dan bukan emosi seperti yang terlihat dalam tulisan ini.
Pada akhirnya, sikap seperti ini bukan hanya merugikan bagi para calon itu sendiri tetapi juga bagi pembaca yang berhak mendapatkan informasi yang seimbang dan tidak terdistorsi, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang tepat berdasarkan data dan fakta yang jelas. **(Ferdy Bria)