BIDIKNUSATENGGARA.COM | Kampanye terbatas pasangan calon bupati dan calon wakil bupati, Stefanus Bria Seran dan Henri Melki Simu (SBS-HMS), di Desa Manulea, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka, Rabu (16/10/24) hadir sejumlah isu yang menarik perhatian masyarakat. Pernyataan-pernyataan kritis menyeruak terutama terkait pengelolaan anggaran sewa gedung dinas pada pemerintahan sebelumnya.
Sebagai calon wakil bupati, Henri Melki Simu (HMS) mengungkapkan temuan bahwa pada era kepemimpinan SN-KT terdapat tujuh dinas yang gedungnya disewakan dengan total anggaran mencapai 500 juta rupiah per tahun.
HMS dalam orasi politiknya,menegaskan bahwa sewa gedung pada pemerintahan sekarang sangat berbeda dibandingkan dengan era SBS.
Ia menjelaskan bahwa debat publik yang diselenggarakan oleh KPU pada tanggal 14 Oktober lalu sempat mengangkat isu sewa gedung dinas tersebut namun karena waktu terbatas.
“Seharusnya kemarin kami mau menyampaikan juga tapi waktu terbatas,” jelasnya.
HMS merasa perlu untuk mengklarifikasi informasi yang ada, terutama mengenai persewaan rumah jabatan dan kantor-kantor yang menjadi sorotan. Ia menyatakan bahwa meskipun waktu terbatas dalam debat, penting untuk meluruskan informasi yang dapat menyesatkan publik.
“Saya mau klarifikasi sedikit terkait dengan debat kemarin. Ada yang singgung tentang pemerintahan dulu waktu bapa SBS ada sewa rumah jabatan dan ada sewa kantor-kantor juga,” tandas HMS.
HMS membandingkan jumlah sewa gedung pada masa SBS dengan kepemimpinan SN-KT. Ia mengungkapkan bahwa pada zaman SBS, penyewaan gedung terbatas hanya pada rumah jabatan dan kantor DPRD. Berbeda dengan kondisi sekarang, di mana tujuh dinas dilaporkan telah menyewa gedung dengan nominal anggaran yang jauh lebih besar.
“Di zaman bapa SBS, yang sewa kantor itu hanya rumah jabatan dan kantor DPRD. Itu saja…. Yang lain-lain tidak ada. Tapi di kepemimpinan sekarang, ada sekitar 7 dinas yang sewa orang punya rumah. Bahkan sewa Kepala Dinas punya rumah juga. Silakan cek ada satu namanya Dinas Naketrans itu sewa kembali Kepala Dinas punya rumah,” jelas HMS.
HMS merincikan beberapa dinas yang terlibat dalam penyewaan gedung pada pemerintahan SN-KT sebagai berikut: Pertama, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) dan Inspektorat yang disewakan dengan nilai 153 juta per tahun. Kedua, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sewa sebesar 60 juta per tahun. Ketiga, Dinas Baperinda senilai 76 juta. Keempat, Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) sewa 40 juta. Selain itu, terdapat Dukcapil sewa 90 juta dan Kesbangpol 60 juta. HMS juga menyatakan adanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah, namun hingga saat ini nilainya belum diketahui.
“Kalau kemarin di zaman SBS sewa rumah jabatan selama 5 tahun tidak menghabiskan 500 juta. Siapa yang pro rakyat?,” tanya HMS sembari jawab masyarakat, “SBS yang pro rakyat,”
Menurut HMS, total biaya sewa gedung dari tujuh dinas mencapai sekitar 500 juta rupiah, yang menciptakan beban tambahan bagi anggaran daerah.
“Jadi untuk sewa rumah di periode sekarang ini (SNKT-red) ada sekitar 7 dinas yang jumlah uangnya berkisar lima ratusan juta,” pungkasnya.
Kritik HMS terhadap pengelolaan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah saat ini mengungkapkan ketidakpuasan terhadap penggunaan anggaran sewa gedung.
“Dia omong tapi dia lupa dia punya diri. Padahal dia lebih buruk dari orang lain. Jadi kadang-kadang orang bilang apa, satu jari kita tunjukkan ke orang lain tapi ada 4 jari yang tunjuk kembali ke kita punya diri,” pungkas HMS.
Ia menekankan bahwa dalam masa kepemimpinan sebelumnya, hanya dua gedung yang disewa, sedangkan saat ini tujuh dinas menyewa gedung dengan biaya yang jauh lebih besar.
HMS mengajukan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah yang saat ini beralasan tidak membangun kantor untuk mengurangi biaya sewa.
“Sekarang sewa rumah sampai 7 Dinas. Lalu dia beralasan bilang karena dulu tidak buat Kantor. Lalu sekarang kamu sedang memimpin buat apa? Kenapa tidak mau bangun kantor? Malahan lebih parah dan lebih buruk… Jadi itu yang saya mau luruskan,” jelasnya.
Ia menilai bahwa langkah tersebut menunjukkan ketidakmampuan dalam melakukan pengelolaan anggaran dan meragukan aspek transparansi yang seharusnya ada dalam pemerintahan. *(Ferdy Bria)