BIDIKNUSATENGGARA.COM | Yasinta Luruk (66), seorang lansia berstatus janda, warga Desa Alas Selatan, Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Malaka, tidak menyangka namanya dikeluarkan dari program bantuan sosial, Program Keluarga Harapan (PKH).
Setiap hari, untuk menyambung hidup, perempuan yang mengaku hanya tinggal seorang diri itu berkuli di kebun orang untuk mendapatkan upah yang pas-pasan.
Kehidupan sehari-harinya yang sederhana dan penuh perjuangan membuatnya sangat bergantung pada bantuan PKH, yang selama ini menjadi harapan dan sumber daya bagi kesejahteraannya.
“Keseharian saya saya tofa kebun orang untuk dapat makan,” ungkap nenek Yasinta.
Hari ini, Kamis (26/12/2024), Yasinta berharap bisa menerima bantuan PKH di kantor Pos Metamauk. Namun, takdir berkata lain. Ia pulang dengan hati sedih karena namanya tidak ada dalam daftar panggilan penerima bantuan.
“Sebelumnya saya terima bantuan ini lancar. Baru kali ini nama saya hilang dari PKH,” ungkap nenek Yasinta dengan wajah sedih.
Ketika ia bertanya kepada petugas PKH mengenai kejelasan mengapa namanya tidak terdaftar, petugas tersebut dengan santai memberitahunya bahwa namanya telah digantikan oleh orang lain, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Mirisnya lagi, petugas PKH itu menyuruh Yasinta untuk bertanya langsung kepada Kepala Desa, seolah masalah yang dihadapi Yasinta hanyalah hal sepele.
“Karena saya tidak puas, saya bertanya ke ibu pengurus itu, tapi ibu mengarahkan saya untuk tanya bapa desa,” ungkapnya.
“Sejak jam 8 pagi saya duduk di sini sampai malam, menunggu panggilan, tetapi nama saya tidak ada yang panggil. Katanya nama saya sudah dicoret dari PKH,” sambung nenek Yasinta.
Suara dan wajahnya menunjukkan betapa mendalamnya kekecewaan yang dialaminya. Rasa kehilangan akan keamanan yang diberikan bantuan tersebut membuatnya semakin merasa terasing dan putus asa di usia senjanya.
Terpisah, Kepala Desa Alas Selatan, Gregorius Hale, saat dihubungi wartawan media ini lewat telepon whatsapp-nya, mengatakan bahwa selama ini dalam proses pendataan maupun pembagian bantuan PKH, dirinya tidak dilibatkan.
“Kita perlu klarifikasi yang bagus dan prosedur yang jelas, dan kita tidak saling mempersalahkan. Jika data diambil tanpa komunikasi dengan kami, bagaimana kami bisa tahu?” ungkap Kades Gregorius.
“Informasi bahwa hari ini terima PKH kami juga tidak tahu. Seharusnya, kalau ada masalah seperti itu, pendamping PKH itu telepon kami supaya kami dapat menindaklanjutinya dengan cepat. Ini sudah malam, ditambah hujan lebat, bagaimana kami bisa menyelesaikannya jika kami tidak mendapatkan informasi?” tanya Kades dengan tegas.
“Contohnya hari ini mau bagi, jam 1, 2 baru kontak kami. Jadi saya juga kurang tahu nama-nama penerima tersebut. Biasanya, mereka bayar di kantor pos dan melibatkan kami hanya setelah proses berakhir. Setelah mereka selesai, baru mereka mulai lapor, kasih masuk surat tugas segala macam ke kami. Jadi tidak usah mengkambinghitamkan. Sekarang mereka tanya ke pendamping bilang tanya kepala desa, loh ini model apa?,” lanjut Kades.
Sementara Kepala Dinas Sosial Kabupaten Malaka saat dikonfirmasi, mengarahkan wartawan untuk menghubungi langsung ibu Kabid atau ibu Trida Sebagai Admin karena ia sedang berada di Kupang.
“Maaf..sy ada di kupg, konfir langsung dg Ibu Kabid/Ibu Trida sebagai adminnya..tksh,” demikian pesan teks yang di kirim Kepala Dinas Sosial Kabupaten Malaka. *(Ferdy Bria)