BIDIKNUTENGGARA.COM | Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia yang ke-79 di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, menjadi ajang penguatan nasionalisme di wilayah perbatasan. Diketahui, Upacara dipimpin oleh Bupati Malaka, bertempat di lapangan umum kota Betun. Sabtu, (17/8/2024).
Terpantau, nampak hadir para tamu undangan dan forkopinda Kabupaten Malaka. Namun tidak terlihat anggota DPRD Kabupaten Malaka yang hadir. Hanya satu anggota dari DPRD yang terlihat hadir, yaitu Henri Melki Simu, ketua fraksi Golkar.
Kehadiran yang minim dari anggota DPRD Kabupaten Malaka menjadi sorotan. Meskipun Henri Melki Simu hadir, ketiadaan rekan-rekannya menciptakan kesan bahwa dukungan terhadap perayaan nasional ini kurang kuat.
Ketika dihadapkan pada pertanyaan tentang ketidakhadiran anggota lain, Henri menegaskan, “Tadi yang ikut upacara hanya saya sendiri dari DPRD Kabupaten Malaka, yang lain tidak ada berita.” Pernyataan ini menegaskan bahwa ada masalah dalam tingkat partisipasi anggota.
Hal ini menjadi pertanyaan bagi publik, terutama bagi warga yang berharap anggota DPRD menjadi teladan dalam semangat nasionalisme. Lebih jauh, ketidakaktifan ini dapat berimplikasi pada minimnya representasi aspirasi masyarakat di kalangan legislatif.
Henri Melki Simu menyayangkan ketidakhadiran anggota DPRD lainnya. Ia merasa bahwa partisipasi dalam perayaan semacam ini sangat penting dan mencerminkan sikap nasionalisme. “Saya hadir sebelum upacara mulai dan pulang setelah upacara bendera selesai. Ada yang tulis bilang saya pulang duluan, itu fitnah,” ujarnya.
Saat banyak rumors beredar bahwa Henri Melki pulang lebih awal, ia langsung membantah tuduhan tersebut. Ia menganggap tuduhan itu sebagai fitnah yang tidak berdasar. “Katanya saya tidak nasionalis, tapi apa kabar dengan yang tidak ikut upacara sama sekali?” tanyanya retoris.
Satu perbandingan mencolok datang dari Felix Bere Nahak, yang diketahui tidak hadir dalam upacara Bendera pada tanggal 17 Agustus. Sebagai bakal calon Wakil Bupati Malaka, absensinya menimbulkan pertanyaan tentang komitmennya terhadap tanggung jawab publik.
Zarus Manafe, salah satu tokoh pemuda asal Malaka Tengah, menilai bahwa kritik harusnya lebih difokuskan pada Felix Bere Nahak, yang tidak menunjukkan kepedulian yang sama. “Jangan bangun isu yang aneh-aneh terhadap Henri Melki Simu hadir dalam acara itu,” Kata Zarus penting bagi calon pemimpin untuk menunjukkan contoh yang baik dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat.
Zarus menekankan, kehadiran dalam upacara bukan hanya sekadar formalitas, tetapi juga representasi dari rasa cinta tanah air. Dalam konteks ini, perbandingan antara Henri Melki Simu dan Felix Bere Nahak memberikan gambaran jelas mengenai standar partisipasi yang diharapkan dari tokoh publik.
“Publik perlu menyadari bahwa tindakan nyata lebih berarti daripada sekadar kata-kata, terutama dari mereka yang mengharapkan untuk memimpin”, kata Zarus.
Zarus berharap agar masyarakat tidak terpengaruh oleh berita palsu yang beredar. Sebaliknya, dia ingin agar publik lebih membuka pikiran untuk menganalisis fakta dan memahami situasi secara utuh. *(Ferdy Bria)